Wednesday, August 2, 2017

6th post: families

Keluarga dalam konteks nasab memang hanya bagi yang satu keturunan. Baik satu ayah/ibu atau pun satu kakek/ nenek dan lain sebagainya. Bahkan kita dilarang untuk mengaku-ngaku dari nasab yang sebenarnya bukan nasab kita. Dalam satu hadits, Rasul Saw. bersabda:




Dari Sa’ad bin Abu Waqqash r.a. bahwasanya Nabi s.a.w. bersabda: “Barangsiapa yang mengaku -sebagai nasab atau keturunan- kepada orang yang bukan ayahnya, sedang ia mengetahui bahwa orang itu memang bukan ayahnya, maka syurga adalah haram atasnya.” (Muttafaq ‘alaih)
Selain dari hadits di atas, masih banyak lagi keharaman mengaku-ngaku anak dari seseorang yang sebenarnya bukan ayah kita. Ancamannya pun sangat tegas dan mengerikan.

Tapi dalam kehidupan, bukan hanya orang-orang yang sedarah dengan kita yang akhirnya kita anggap sebagai saudara kita. Hal ini juga memang ada dalam dunia kita sebagai muslim. Allah Swt berfirman:

اِنَّمَا الْمُؤْمِنُوْنَ اِخْوَةٌ....

Artinya : “Sesungguhnya orang-orang mukmin itu bersaudara...” (Q.S. Al-Hujurat : 10)

Maka, persaudaraan kita memang diperluas bukan hanya 'sekedar' persaudaraan se-nasab, tapi persaudaraan se-iman. Tentu orang beriman bukan hanya ada di keluarga sedarah kita kan? :)

Nah, keluarga ku sayang. Abah mengingatkan bahwa persaudaraan kita tidak hanya selebar daun kelor, tapi luas dan tersebar di seluruh pelosok dunia!

Bahkan bisa jadi wahai istri dan anak-anak ku, mereka yang sebenarnya sedarah dengan kita bukan keluarga kita! (Naudzubillahi min dzalik!) Cukuplah kisah Nabi Nuh As. menjadi contoh bahwa keluarga bisa menjadi bukan keluarga. Dalam Quran surat Hud (11) ayat 41-46, seorang anak Nabi dikatakan bahwa dia bukan bagian dari keluarganya. Maka hendaknya kita sadar bahwa keluarga kita tidak selalu yang sedarah. Begitu pula sebaliknya, yang sedarah belum tentu keluarga kita.

Abah sayang kalian. :)

No comments:

Post a Comment